News

Jelang Konferensi Perubahan Iklim di PBB, Peran Masyarakat Adat Penting dalam Menjaga Pelestarian Alam

11 November 2025
13:31 WIB
Jelang Konferensi Perubahan Iklim di PBB, Peran Masyarakat Adat Penting dalam Menjaga Pelestarian Alam
sumber gambar : pict.sindonews.net
Menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendatang, perhatian global kembali tertuju pada pentingnya peran masyarakat adat dalam upaya pelestarian alam. Komunitas-komunitas ini, yang tersebar di berbagai belahan dunia, telah lama menjadi garda terdepan dalam menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati. Mereka memiliki pengetahuan tradisional yang mendalam serta praktik-praktik berkelanjutan yang terbukti efektif selama ribuan tahun. Oleh karena itu, suara dan pengalaman mereka krusial dalam merumuskan strategi iklim yang komprehensif. Pengakuan atas kontribusi ini menjadi semakin mendesak di tengah krisis lingkungan global.

Sayangnya, masyarakat adat seringkali menghadapi ancaman besar terhadap keberadaan dan cara hidup mereka, termasuk dari ekspansi industri ekstraktif seperti pertambangan. Konflik lahan, perampasan sumber daya, dan dampak lingkungan dari operasi pertambangan kerap merusak wilayah adat yang selama ini mereka lindungi. Kondisi ini tidak hanya menghilangkan hak-hak dasar mereka, tetapi juga melemahkan upaya konservasi yang telah mereka jalankan turun-temurun. Kesenjangan antara pengakuan formal dan perlindungan aktual masih menjadi tantangan serius yang harus diatasi.

Padahal, pengetahuan ekologi tradisional (traditional ecological knowledge/TEK) yang dimiliki masyarakat adat menawarkan solusi inovatif untuk mitigasi perubahan iklim dan adaptasi. Mereka memahami pola cuaca lokal, siklus alam, serta cara mengelola hutan dan air secara lestari. Pengelolaan lahan berbasis komunitas adat telah terbukti lebih efektif dalam menjaga tutupan hutan dan mengurangi deforestasi dibandingkan area di luar wilayah mereka. Inilah yang menjadikan mereka mitra tak ternilai dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Di banyak lokasi, wilayah adat merupakan benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati dan ekosistem vital yang juga kaya akan sumber daya mineral. Oleh karena itu, pendekatan yang menghormati hak-hak masyarakat adat harus menjadi inti dari setiap kebijakan pembangunan, termasuk di sektor pertambangan. Dialog yang inklusif dan konsultasi yang bermakna adalah kunci untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan perlindungan lingkungan serta budaya. Tanpa partisipasi aktif mereka, keberlanjutan proyek ekstraktif akan selalu dipertanyakan.

Konferensi perubahan iklim di PBB diharapkan menjadi platform penting untuk memperkuat komitmen internasional terhadap hak-hak masyarakat adat. Isu ini perlu diintegrasikan secara holistik ke dalam agenda global, bukan sekadar sebagai catatan kaki. Pengambilan keputusan terkait iklim dan pengelolaan sumber daya harus secara eksplisit mengakui peran dan kontribusi unik masyarakat adat. Ini termasuk memastikan hak mereka atas tanah dan sumber daya dihormati sepenuhnya.

Pemerintah, sektor swasta, dan organisasi internasional memiliki tanggung jawab kolektif untuk mendukung perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat. Dalam konteks industri pertambangan, hal ini berarti mengadopsi standar praktik terbaik yang memastikan Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) sebelum memulai proyek apapun di wilayah adat. Menghargai kearifan lokal dan menjadikan masyarakat adat sebagai pemangku kepentingan utama adalah langkah fundamental menuju masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan. Pelestarian alam akan lebih efektif jika dilakukan bersama mereka, bukan mengesampingkan mereka.

Referensi: nasional.sindonews.com