Pengangguran Naik Lagi, Sinyal Lapangan Kerja Formal Kian Tertekan
7 November 2025
09:03 WIB
sumber gambar : nasional.kontan.co.id
Data terbaru menunjukkan lonjakan angka pengangguran di Indonesia selama enam bulan terakhir, memicu kekhawatiran serius akan kondisi pasar tenaga kerja. Peningkatan ini menjadi indikator jelas bahwa tekanan ekonomi masih sangat terasa, terutama pada sektor pekerjaan formal. Situasi ini menuntut perhatian ekstra dari pemerintah dan berbagai pelaku industri untuk mencari solusi yang berkelanjutan. Masyarakat merasakan dampak langsung dari sulitnya akses lapangan kerja yang stabil dan menjanjikan.
Beberapa faktor disinyalir menjadi penyebab utama tekanan pada lapangan kerja formal ini. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, hingga transisi industri ke era digitalisasi turut berperan dalam mengurangi kapasitas penyerapan tenaga kerja. Perusahaan-perusahaan cenderung menahan ekspansi atau bahkan melakukan efisiensi, yang berujung pada pembatasan rekrutmen atau PHK. Kondisi ini menciptakan persaingan yang semakin ketat bagi para pencari kerja di berbagai sektor.
Di tengah gejolak ini, sektor pertambangan Indonesia memiliki peran ganda yang kompleks. Meskipun seringkali dianggap padat modal dan bukan padat karya masif, industri ini tetap menjadi penopang ekonomi vital yang menyerap ribuan tenaga kerja langsung maupun tidak langsung. Kenaikan pengangguran nasional bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi sektor tambang untuk menunjukkan ketahanannya. Stabilitas harga komoditas tertentu dapat menjaga geliat investasi dan operasional.
Namun, tekanan pada pasar kerja formal juga terasa di segmen pertambangan. Fluktuasi harga mineral dan batubara global dapat mempengaruhi skala operasional perusahaan, berujung pada penyesuaian jumlah karyawan. Selain itu, otomatisasi dan digitalisasi di tambang modern memang meningkatkan efisiensi, namun juga berpotensi mengurangi kebutuhan tenaga kerja manual. Oleh karena itu, investasi dalam peningkatan keterampilan pekerja menjadi sangat krusial.
Pemerintah melalui kebijakan hilirisasi terus mendorong sektor pertambangan untuk tidak hanya mengekspor bahan mentah, melainkan juga mengolahnya di dalam negeri. Inisiatif ini diharapkan dapat menciptakan nilai tambah dan, yang terpenting, membuka lebih banyak lapangan kerja baru di sektor pengolahan dan manufaktur. Proyek-proyek smelter nikel dan bauksit, misalnya, telah terbukti menyerap ribuan pekerja, meskipun masih membutuhkan tenaga ahli. Upaya ini merupakan strategi jangka panjang untuk memperkuat struktur industri dan penyerapan tenaga kerja.
Tantangan utama yang dihadapi adalah keselarasan antara kualifikasi tenaga kerja dengan kebutuhan industri pertambangan yang semakin modern dan berteknologi tinggi. Banyak lapangan kerja yang tersedia di sektor ini menuntut keahlian khusus di bidang teknik, geologi, metalurgi, dan operasional alat berat. Kurva pembelajaran yang curam dan investasi dalam pelatihan berkelanjutan menjadi kunci untuk memastikan angkatan kerja dapat mengisi posisi-posisi tersebut. Kolaborasi antara institusi pendidikan dan industri sangat diperlukan.
Secara keseluruhan, kenaikan angka pengangguran menyoroti urgensi untuk memperkuat diversifikasi ekonomi dan ketahanan sektor-sektor kunci. Sektor pertambangan, dengan potensi sumber daya alamnya, diharapkan dapat terus berkontribusi signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja, baik secara langsung maupun melalui efek berganda ke industri pendukung. Diperlukan sinergi antara kebijakan pemerintah, investasi swasta, dan pengembangan SDM agar industri ini dapat menjadi salah satu jangkar stabilitas lapangan kerja di masa depan. Fokus pada keberlanjutan dan nilai tambah akan menjadi kunci utama.